ISLAM DAN KEADILAN SOSIAL

Oleh: Dr. Muhammad Munadi, M.Pd
(Wakil Rektor II, Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan)

Puasa selama satu bulan merupakan salah satu cara Allah mendidik Umat Islam bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang miskin (empati dan simpati). Empati didefinisikan Merriam Webster (2018) sebagai  the action of understanding, being aware of, being sensitive to, and vicariously experiencing the feelings, thoughts, and experience of another of either the past or present without having the feelings, thoughts, and experience fully communicated in an objectively explicit manner;…….. Pengertian ini menyebut empati sebagai tindakan memahami, menjadi sadar, peka terhadap, dan mengalami perasaan, pikiran, dan pengalaman dari pengalaman masa lalu atau masa kini tanpa perasaan, pikiran, dan pengalaman sepenuhnya dikomunikasikan secara eksplisit secara objektif. Sedangkan simpati menurut Cambridge Dictionary menyebut simpati sebagai  (an expression of) understanding and care for someone else’s suffering. Simpati berarti (sebuah ekspresi) memahami dan peduli terhadap penderitaan orang lain

Bagaimana rasanya menjadi orang miskin yang tidak bisa makan dalam keseharian ditambah tidak ada waktu berbuka puasa karena memang tidak memiliki biaya untuk membeli makanan pokok. Orang berpuasa masih ada waktu berbuka puasa karena tersedianya makanan yang bisa dinikmati. Setelah selesai sebulan menjalankan puasa, orang Islam wajib mengeluarkan zakat fitrah bagi yang mampu. Maka sempurnalah puasa yang tidak hanya sekedar bisa merasakan apa yang dirasakan orang miskin tetapi ada tindakan kongkrit untuk orang miskin.

Seperti pernyataan Hadits berikut:

وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( فَرَضَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ اَلْفِطْرِ; طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اَللَّغْوِ, وَالرَّفَثِ, وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ, فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ اَلصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ, وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ اَلصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ اَلصَّدَقَاتِ. )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَابْنُ مَاجَهْ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِم

Artinya : Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak berguna dan kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. …………….. Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim.

Hadits tersebut menunjukkan bahwa zakat fitrah berfungsi sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dan sekaligus berfungsi sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Namun persoalannya kemiskinan tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendistribusian zakat fitrah yang kisarannya hanya 2,8 – 3 kg beras. Sementara orang miskin di Indonesia menurut data BPS 2017 pada kondisi Maret 2017 yang sebesar 27,77 juta orang (10,64 persen).

Asumsinya jika penduduk muslim Indonesia yang wajib zakat fitrah sebanyak 178,72 juta, maka ada beras terkumpul sebanyak 536.160.000 kilogram. Jika dibagi rata, umat Islam miskin yang akan mendapat 25 kilogram.

Namun di tingkatan praksis, memang tidak sesederhana penghitungan dan pendistribusian zakat fitrah seperti yang dicontohkan tersebut. Belum lagi kesadaran zakat umat Islam di luar zakat fitrah belum terbentuk. Hal ini juga tidak sekedar hanya persoalan kesadaran umat Islam dalam Zakat Mal akan tetapi memang jumlah orang kaya yang beragama Islam sangat sedikit. Kekayaan Indonesia menurut Arif Budimanta (Detik Finance, 2017), “Kekayaan nasional terkonsentrasi di segelintir penduduk. proporsi total kekayaan yang di kuasai 1% rumah tangga terkaya menguasai 45,4% kekayaan nasional.” Hal ini masih juga terjadi di tahun 2018 seperti pernyataan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), “Hampir semua sektor ekonomi kita di Indonesia ini lebih dari separuhnya dikuasai oleh 5 sampai 7 pemain besar. Akibatnya yang menikmati benefit tinggi ini hanya 5 sampai 7 orang itu.” (Oke Zone Finance, 2018).  Ini berarti bahwa perputaran kekayaan harta terbesar hanya dikuasai oleh segelintir orang saja dan ini akan terjadi kesenjangan kaya dan miskin yang semakin luar biasa besarnya. Keadaan ini menurut Bahtiar Effendy (2017) bukan lagi disebut kesenjangan ekonomi tetapi intoleransi di bidang ekonomi. Intoleransi itu tidak hanya masalah agama tetapi lebih luas dari itu. Kondisi intoleransi di bidang ekonomi ini dikritik oleh Allah sejak 14 abad silam yang tercantum dalam Surat Al Hasyr ayat 7:

مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

Titik tekan dari ayat ini bahwa supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu ditegaskan caranya secara gamblang pada surat Az Zuhruf ayat 32:

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

 أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Ayat di atas menyebutkan cara mendistrbusikan kekayaan dengan pernyataan agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Pernyataan ayat ini  mirip dengan yang diutarakan oleh Allah dalam Ayat lain pada Surat An Nahl: 71:

وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ ۚ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ عَلَىٰ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ ۚ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ

“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?.

 

Kalau ayat sebelumnya Allah membuat pernyataan agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain maka ayat sesudahnya pada surat lain menyatakan agar mereka sama (merasakan) rezeki itu menunjukkan bahwa perlu ada distributin of assets. Model ini akan membawa sebuah keadilan sosial seperti yang dicita-citakan bangsa ini seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Namun persoalannya seperti diungkap oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) yang baru Dr. Perry Warjiyo bahwa Umat Islam sebagai komunitas terbesar bangsa ini perlu bergerak dari “Ngaji Fiqh” ke “Ngaji Sugih”. Selama ini umat Islam masih berjalan pada track “Ngaji Fiqh”.  Fiqh yang berkaitan dengan kekayaan masih terbatas pada fiqh membagi waris dan fiqh membagi zakat. Sementara apanya yang dibagi kalau Umat Islam tidak kaya? Pernyataan Gubernur BI memberikan perspektif baru agar umat Islam harus menjadi orang kaya sehingga bisa mendistribusikan kekayaannya melalui infaq wajib dan infaq sunnah.

Kalau  orang-orang kaya tidak mau berbagi akan mengalami apa yang dinyatakan Allah dalam Surat At Takatsur 1 – 2 :

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ, حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.

 

Secara individual orang kaya akan mengalami penyesalan tidak berbagi kekayaan ketika  ajal menjemput. Namun secara kolektif, jika banyak  orang kaya/mewah yang melampaui batas, maka negeri tempat mereka tinggal bisa ditimpa kesusahan bahkan  musibah. Bisa jadi karena kesombongan dan keangkuhan mereka serta lupa dengan karunia Allah. Firman Allah:

وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا

“Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan mereka yang hidup mewah di negeri itu (agar taat kepada Allah), maka mereka pasti durhaka di dalamnya, sehingga pantas berlaku baginya ketentuan (hukuman) Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. (Al-Isra’: 16)

Allah lebih menegaskan lagi pada Surat An Nahl (16) : 112

{وَضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُّطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَداً مِّن كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللّهِ فَأَذَاقَهَا اللّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ َالْخَوْفِ بِمَا كَانُواْ يَصْنَعُونَ {112

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.

 

Tiga ayat di atas menunjukkan perlunya orang kaya peduli dengan orang-orang miskin. Kadang orang kaya sering meremehkan orang-orang miskin dan lemah, padahal orang kaya diberikan pertolongan dan rezeki karena keberadaan mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَبْغُوْنِي الضُّعَفَاءَ،  فَإِنَّمَا  تُرْزَقُوْنَ  وَتُنْصَرُوْنَ بِضُعَفَائِكُمْ

“Carilah keridhaanku dengan berbuat baik kepada orang-orang lemah kalian, karena kalian diberi rezeki dan ditolong disebabkan orang-orang lemah kalian.”[1]

Hadits lain dalam riwayat Nasa’i menyatakan

إِنما ينصُر الله هذه الأمةَ بضعيفها: بدعوتِهم، وصلاتِهم، وإِخلاصهم

“Sesungguhnya Allah akan menolong umat ini dengan sebab orang-orang yang lemah dari mereka, yaitu dengan doa, sholat dan keikhlasan mereka.” [2]

 

Dua hadits di atas menegaskan bahwa kaya dan miskin perlu saling peduli sehingga jurang antara miskin dan kaya tidak terlalu jauh sehingga tercipta negara yang baldatun thayibatun warabbun ghafur. Wallahu a’lam

Rujukan:

Bahtiar Effendy. (2017). Pengajian PP Muhammadiyah – Anies Baswedan, Zulkifli Hasan dan Bahtiar Effendy. https://www.youtube.com/watch?v=GYuzygu4H3k

Cambridge Dictionary (2018). Meaning of “sympathy” in the English Dictionary. https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/sympathy

Detik Finance. (2017). Arif Budimanta: 1% Orang Terkaya RI Kuasai 45% Kekayaan Nasional. Rabu, 27 Des 2017. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3787540/arif-budimanta-1-orang-terkaya-ri-kuasai-45-kekayaan-nasional

Merriam Webster. (2018). Empathy. https://www.merriam-webster.com/dictionary/empathy

Oke Zone Finance. (2018). KPPU: Ekonomi Indonesia Dikuasai 5-7 Pemain Besar. Senin 19 Februari 2018 https://economy.okezone.com/read/2018/02/19/320/1861735/kppu-ekonomi-indonesia-dikuasai-5-7-pemain-besar

[1] Dishahihkan Al-Imam Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 779

[2] HR Nasa’i. 3179