Ketika Anak Mulai Belajar Membaca

Oleh: Triningsih, S.IP
(Pustakawan Muda IAIN Surakarta)

#BanggaIAINSurakarta

Prolog

Mempunyai anak adalah anugerah terindah setiap orang tua di dunia ini. Sepasang sejoli yang terikat dalam mahligai pernikahan akan terasa sempurna hidupnya jika sudah memiliki buah hati. Bagi orang tua setelah melahirkan anak mereka, tugas dan kewajiban tidak berhenti sampai disitu saja. Mendidik buah hati dengan segenap jiwa raga untuk mengenalkan kehidupan ini adalah tugas yang harus diemban selanjutnya.

Usaha mengenalkan kehidupan ini tidak bisa kita lakukan sendiri begitu saja. Ada orang-orang disekeliling kita yang ikut andil dalam membesarkan anak-anak kita. Begitu pula dengan keberadaan guru-guru anak kita di sekolahan.

Selama anak-anak di sekolahan, tugas kita sebagai orang tua digantikan sementara oleh guru. Guru mempunyai peran untuk mengenalkan anak-anak kepada dunia pendidikan. Begitu pula dengan mengenalkan literasi. Membaca dan menulis diawali di bangku sekolah.

Anak balita (bawah lima tahun) mempunyai keunikan tersendiri dalam mengenalkan dunia literasi. Apalagi balita tersebut termasuk kategori anak perempuan, manja, dan motoriknya lebih berkembang lebih dahulu daripada sensoriknya.

Berliterasi dengan Anak

Pernah suatu ketika di pagi hari sebelum berangkat ke sekolah, minta disimak bacaan iqro’ nya. Dengan senang hati sebagai ibu menyimak dengan seksama. Karena usianya yang masih balita dan suaranya masih cedal (tidak jelas) maka tidak bisa membedakan antara bunyi huruf “da” dan bunyi huruf “dza”. Kucoba untuk mengulanginya dengan melihat dan menirukan suaraku, dan hasilnya kurang sempurna karena memang putriku masih sedikit cedal. Apalagi mengucapkan makhorijul huruf dari bacaan iqro’ serta ayat-ayat suci Al-Qur’an.

Alhasil, pagi itu buah hati kami mogok sekolah gara-gara belum bisa membaca perbedaan bunyi huruf tersebut. Padahal kostumnya sudah komplit plit. Kami sebagai orang tua menghela nafas panjang dan memikirkan solusi untuk hari esok agar tidak ngambek lagi. Satu helaan nafas lagi kami keluarkan.

Anak adalah Penggerak Peradaban Bangsa

Menurut The Minimum Age Convention Nomor 138 tahun 1973, pengertian anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sedangkan UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Lebih mendalam lagi menurut Undang-Undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, masyarakat, pemerintah dan negara. Dalam siklus kehidupan, masa anak-anak merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang menentukan masa depan perlu adanya optimalisasi perkembangan anak, karena selain krusial juga pada masa itu anak juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua ataupun keluarga sehingga secara mendasar anak dan kebutuhan anak dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya (Triningsih dalam Jejak Pena Pustakawan, 2018:141).

Anak tidak lepas dari peran seorang ibu. Karena ibu ibaratnya adalah cermin. Para ibu membacalah. Membaca membawa pencerahan, terutama bagi ibu sebagai contoh yang akan dijadikan cermin anak-anaknya dalam sikap perilaku. Apa yang dilakukan oleh seorang ibu biasanya dicontoh dan ditiru oleh anaknya. Bagaimanapun mendidik anak perlu bekal pengetahuan, tidak cukup hanya dengan memenuhi setiap permintaan anak, atau melarang anak melakukan ini dan itu (Hardiningtyas dalam Budaya Baca di Era Digital, 2015:32).

Jadi, antara anak dan seorang ibu saling ada saling keterikatan. Anak adalah penggerak peradaban, sedangkan ibu adalah cermin seorang anak. Keduanya harus membaca. Anak belajar membaca, sedangkan ibu membaca keterampilan mendidik anak agar gemar membaca.

 

 

Tips Belajar Membaca untuk Anak Balita

Ada banyak cara yang ditempuh untuk mengajari anak bisa membaca. Berikut tips belajar membaca untuk anak balita :

Pertama, membaca dengan memberi pujian.

Ketika anak mulai belajar membaca maka berilah pujian yang tulus. Pujian yang tulus akan terus membuat anak merasa nyaman dan dihargai. Ketika anak sudah merasa dihargai, maka nasehat atau petuah dari kita akan masuk dengan sangat mudahnya. Saya jadi teringat puisi pendidikan karya Dorothy Law Nolte dihalaman vi dari buku Children Learn What They Live: parenting to inspire values.

Children Learn What They Live

If children live with criticism, they learn to condemn.

If children live with hostility, they learn to fight.

If children live with fear, they learn to be apprehensive.

If children live with pity, they learn to feel sorry for themselves.

If children live with ridicule, they learn to feel shy.

If children live with jealousy, they learn to feel envy.

If children live with shame, they learn to feel guilty.

If children live with encouragement, they learn confidence.

If children live with tolerance, they learn patience.

If children live with praise, they learn appreciation.

If children live with acceptance, they learn to love.

If children live with approval, they learn to like themselves.

If children live with recognition, they learn it is good to have a goal.

If children live with sharing, they learn generosity.

If children live with honesty, they learn truthfulness.

If children live with fairness, they learn justice.

If children live with kindness and consideration, they learn respect.

If children live with security, they learn to have faith in themselves and in those about them.

If children live with friendliness, they learn the world is a nice place in which to live.

Terjemahan Indonesia

Anak-anak Belajar dari Kehidupannya

 

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.

Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri.

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.

Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.

Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan.

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya.

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Kedua, membaca teratur setiap hari minimal setiap akan tidur.

Sebagaimana hadits Rosulullah yang diriwayatkan oleh Muslim “Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinyu walaupun itu sedikit”.

Maka mempunyai jadwal yang teratur akan membuat anak akan lebih teratur pula pola pikirnya. Misalnya saja belajar ketika akan tidur. Suasana juga harus didukung, misalnya saja tidak adanya suara berisik atau bising yang akan mengganggu konsentrasi anak. Kita bisa mengajari membaca dengan suara yang lantang, keras, dan ritme atau jeda yang perlahan. Anak akan dengan mudah menirukan apa yang kita ucapkan.

Ketiga, membaca dengan senang hati.

Salah satu upaya yang bisa ditempuh agar anak dekat dengan buku yaitu dengan rekreasi buku. Bisa di toko buku maupun di perpustakaan. Dengan kebiasaan membaca buku, maka akan terbentuk budaya baca. Buku adalah jendela dunia, sebab buku akan mengarahkan cara pandang anak-anak dan cakrawala pikir anak-anak terhadap dunia (Triningsih dalam Jejak Pena Pustakawan, 2018:226).

Epilog

Senang adalah modal dasar untuk melakukan sesuatu. Segala sesuatu yang didasari dengan rasa senang maka hasilnya akan bagus. Begitu pula dengan anak yang belajar membaca, modal senang harus ada terlebih dahulu. Senang disini bisa diartikan dengan perasaan anak yang sedang bahagia. Senang juga bisa diartikan dengan adanya tempat yang menyenangkan untuk membaca. Tempat yang menyenangkan tersebut bias di took buku, perpustakaan, lapangan, maupun di mall.

Oleh sebab itulah, ketika anak mulai belajar membaca maka kita sebagai orang tua harus mempunyai tips agar semangat membaca tersebut tetap ada serta tetap membara. Jalan tersebut adalah membaca dengan member pujian, membaca teratur setiap hari secara teratur minimal setiap akan tidur, serta membaca dengan senang hati.

Sumber: Triningsih dalam Literasi: Seni Mengelola Budaya Baca Tulis. 2018. Surakarta : Yuma Pustaka. Hal : 57-63