TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN MASJID : SEBUAH KENISCAYAAN

Oleh: Dr.H. Muhammad Munadi, M.Pd
(Wakil Rektor II, Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan)

 

Setiap masuk ke sebuah masjid besar maupun kecil hamper dapat dipastikan ada papan besar bertuliskan minimal tiga hal, yaitu daftar pengurus masjid, jadwal muadzin dan khotib Jumát serta pencatatan keuangan (uang masuk berasal dari mana saja dan uang keluar untuk keperluan apa saja) dalam setiap pekan. Yang paling unik dan menarik upaya pengelola masjid mendapat kepercayaan jamaáh dalam mengelola keuangan. Hal ini hampir belum terjadi pada Lembaga milik masyarakat apalagi negara. Tindakan yang dilakukan ini sesuai dengan beberapa penelitian berikut. Pengurus Masjid sudah menerapkan praktek akuntansi, walaupun masih menggunakan metode yang sederhana (Abdul Latif, 2014), sebanyak 37 masjid (93%) dari 40 masjid yang dijadikan sampel memiliki pencatatan keuangan sedangkan 3 masjid (7%) tidak melakukan pencatatan keuangan (Sochimin, 2015), pengurus masjid telah mengelola keuangan dengan terbuka sebagai wujud pertanggungjawaban atau akuntabilitas keuangan masjid dengan melakukan pencatatan penerimaan dan pengeluaran kas (Nurjannah, 2018), beberapa transaksi lengkap penerimaan, dan pelaporan keuangan menggunakan kas dasar di Masjid (Farhani Kautsar Nugraha, Endang Dwi Wahyuni, Achmad Syaiful Hidayat Anwar (2014) dan model pengelolaan yang dipakai oleh pengurus Masjid yaitu model pencatatan sederhana, yaitu mencatat aliran kas masuk dan aliran kas keluar lalu dijumlahkan untuk menghasilkan jumlah saldo (Roby Hanafi, 2015). Walaupun praktek akuntansi sangat sederhana tetapi realitas ini menunjukkan perlunya penguatan praktek akuntansi yang lebih luas sehingga ada transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan masjid. Hal ini searah dengan pernyataan Allah dalam surat al Baqarah 282:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya………………….

Ayat terpanjang dari Surat al Qurán terpanjang ini secara awam dapat dilihat ada beberapa istilah yang diulang beberapa kali. Hal ini bisa dikatakan bahwa Al Qurán menekankan pentingnya pencatatan transaksi baik tunai dan non tunai. Istilah yang dipakai untuk memperkuat pernyataan yaitu :

  1. Hendaklah kamu menuliskannya,
  2. Seorang penulis,
  3. Menuliskannya dengan benar,
  4. Penulis,
  5. Enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
  6. Hendaklah ia menulis,
  7. Mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
  8. Tidak mampu mengimlakkan,
  9. Hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.

Istilah yang diulang adalah tulis, penulis, dan imla’.

Dalam sisi kajian modern perintah ini menunjukkan pentingnya pencatatan transaksi yang lebih dekat dengan keilmuan Akuntansi dan Manajemen Keuangan.

Kesederhanaan dalam pelaporan keuangan di entitas tempat ibadah merupakan langkah sederhana dalam penyelenggaraan mutu tata kelola Lembaga non profit. Tata kelola organisasi tersebut  memiliki indikator: 1. Constructive Partnership 2. Mission Driven 3. Strategic Thinking 4. Culture of Inquiry 5. Independent Mindedness 6. Ethos of transparency 7. Compliance with Integrity 8. Sustaining Resources 9. Results Oriented 10. Intentional Board Practices 11. Continuous Learning 12. Revitalization `(Fredric L. Laughlin and Robert C. Andringa, 2007:10). Ini berarti bahwa masjid sudah menerapkan poin 6 (enam) dan mengarah pada implementasi poin 7 (tujuh). Yang perlu dikembangkan selanjutnya pada implementasi poin   lain. Hal ini diperlukan kemitraan konstruktif pada seluruh komponen umat Islam – perguruan tinggi keagamaan Islam negeri/swasa, pengusaha muslim, pelaku bisnis Syariah, serta media milik umat.

Sinergi sudah dimulai oleh Koran Nasional yaitu Republika bersama Ikatan Akuntansi Masjid (IAM) Masjid Baitul Mal Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) sejak tahun 2016 – 2018  sudah melakukan pelatihan akuntansi keuangan masjid. Pelatihan ini menebarkan ilmu pencatatan keuangan untuk masjid secara daring (online), sehingga laporan keuangan tidak semata-mata tercatat di papan pengumuman masjid dan buku-buku kas. Pelatihan ini sudah menjangkau sekitar 500 masjid yang pengurusnya mengikuti pelatihan akuntansi masjid dari Desember 2016 – Desember 2017 (Republika, 22 Desember 2017).

Disamping itu diperlukan pendampingan implementasi 12 poin di atas:

Tabel 1. Indikator Mutu Organisasi dan Bentuk Pendampingan Yang Bisa Dilakukan PT

No Indikator Mutu Tata Kelola  Bentuk Pendampingan
1 Constructive Partnership Pendampingan kaitannya dengan pengembangan sumber daya yang dimiliki masjid dan jamaáhnya.
2 Mission Driven Penyusunan Misi Masjid yang sesuai dengan perkembangan masyarakat
3 Strategic Thinking Penyusunan perencanaaan strategis masjid dan metode implementasinya.
4 Culture of Inquiry Pedampingan program dan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan jamaáh (seluruh dimensinya).
5 Independent Mindedness Penguatan independensi dalam semua bidang kehidupan masjid
6 Ethos of transparency Penguatan semangat transparansi pengelolaan sumber daya yang dimiliki masjid melalui media konvensional maupun on-line.
7 Compliance with Integrity Penguatan kepatuhan terhadap aturan Islam dan pemerintah
8 Sustaining Resources Pengembangan sumber daya yang dimiliki
9 Results Oriented Pengembangan program dan kegiatan yang berorientasi pada hasil
10 Intentional Board Practices
11 Continuous Learning Penguatan pembelajaran terus menerus dari kegiatan atau program yang diselenggarakan sehingga tidak ada lagi hanya sekedar copy paste namun harus out of the box.
12 Revitalization Revitalisasi program dan kegiatan sehingga bisa cocok untuk jamaáh dari sisi gender, usia maupun lainnya

Pendampingan ini harus melibatkan perguruan tinggi karena kepemilikan anggaran penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dua anggaran ini bisa mendampingi tempat ibadah dalam mengembangkan potensinya sehingga bisa menjadi rujukan umat/jamaáh dalam beribadah. Dalam konteks PTKI Negeri maupun swasta semua program studi bisa terlibat dalam penguatan imam, khotib, penceramah, potensi jamaáh, kegiatan rutin tempat ibadah maupun kegiatan hari besar Islam. Dengan demikian bila ini bisa berjalan maka ada proses hilirisasi penelitian PTKI dalam konteks pengembangan Masjid, Musholla maupun nama yang mirip. Tinggal persoalannya bagaimana harus segera ditindaklanjuti? Wallaahun a’lam.

 

Daftar Pustaka

Abdul Latif. (2014). Akuntabilitas Dan Pengelolaan Keuangan Di Masjid (Studi Kasus di Masjid Nurul Huda Kecamatan Polanharjo). Skripsi. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta 2014. http://eprints.ums.ac.id/32016/9/02.%20Naskah%20Publikasi.pdf

Farhani Kautsar Nugraha, Endang Dwi Wahyuni, Achmad Syaiful Hidayat Anwar. (2014). Desain Sistem Informasi Akuntansi Keuangan Masjid. Journal of Accounting and Investment Vol 15, No 1. January-June 2014. http://journal.umy.ac.id/index.php/ai/issue/view/116

Nurjannah. (2018). Akuntabilitas Dan Pengelolaan Keuangan Masjid: PSAK No. 45 Tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2018. http://repositori.uin-alauddin.ac.id/8775/1/Nurjannah_opt.pdf

Peny Cahaya Azwari dan Ayke Nuraliati. (2018)   Rekonstruksi Perlakuan Akuntansi Untuk Entitas Tempat Ibadah (Studi Perlakuan Akuntansi Organisasi Masjid Berdasarkan PSAK 45 Dan PSAK 109). I-Finance Vol. 4. No. 1. Juni 2018. http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/I-Finance/article/view/2304/1672

Roby Hanafi (2015). Akuntabilitas Dan Pengelolaan Keuangan Di Masjid Melalui Pendekatan Fenomenologi (Studi Empiris Pada Masjid Nurusy Syifa’ Surakarta). Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015. http://eprints.ums.ac.id/37119/1/Naskah%20Publikasi.pdf

Sochimin. (2015). Praktik Manajemen Keuangan Masjid Berbasis Pemberdayaan Ekonomi Umat Di Kota Purwokerto. Laporan Penelitian. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto 2015

Harian Umum Republika