Miftahul Jannah dan Pelajaran Bagi Kaum Milenial

Oleh: Dhima Wahyu Sejati
(Mahasiswa IAIN Surakarta Fak. FUD Prodi Komunikasi Dan Penyiaran Islam semester 5)

#banggaIAINSurakarta
#suksesAPT-A

Miftah ingin menentang aturan itu, karena ingin mempertahankan prinsip Miftah (sebagai seorang muslimah
(Miftahul Jannah)

 

Dilema diantara pilihan profesionalitas sebagai seorang atlet dan prinsip hidup dihadapi Miffahul Jannah. Peraturan dari  Federasi Internasianal Judo mengharuskan peserta tidak memakai penutup kepala kain atau kerudung. Bukan tanpa alasan, hal ini dikarenakan potensi kecelakaan yang fatal akan terjadi. Sebagai muslimah Miftah memilih mementingkan prinsip hidup untuk tetap dan mantap memegang syariat Islam. Meski konsekwensinya kalah tanpa bertanding, dengan kata lain didiskualifikasi. Alhasil, Miftah tidak memiliki kesempatan sedikitpun meraih emas di Asian Para Game cabang Judo.

Ditengah-tengah sikap oportunis dan hedonis yang menjalar di kalangan milenial, Miftahul mampu memperlihatkan sikap sebaliknya, memegang prinsip. Ia tak mau mengingkari prisip hidup sebagai seorang muslimah untuk menjaga kehormatan. Tanpa prinsip hidup yang jelas, pribadi akan terpontang-panting terbawa arus zaman. Apalagi dalam keadaan dewasa ini, dimana nilai luruh tergeser dengan nilai meterial. Orang lebih memperhatiakan yang nampak di fisik dan abai terhadap kualitas diri.

Hidup hanya mengikuti tren tanpa berfikir panjang, tanpa melihat akankah esensial bagi diri atau malah sia-sia untuk dilakukan. Kalau sudah begitu, nalar kritis tidak lagi bekerja sebab ia hanya menikmati narasi-narasi di media sosial atau boleh disebut terkena dampak hegemoni media. Itulah bahayanya seseorang yang hidup tanpa prinsip.

Prinsip hidup harus dimiliki terutama kaum milenial. Jika tidak ingin terjebak dalam perilaku-perilaku negatif milenial pada umumnya, walaupun ada juga perilaku positif. Haruslah dapat merubah peradigma negatif tersebut. Paling mudah kita melihat perilaku kaum milenial di media sosial. Riset yang dilakukan Center For Meddle Class Institute menunjukan beberapa perilaku generasi milenial, terkhusus kelas menengah seperti yang dilansir hitsss.com.

Setiap orang membutuhkan pengakuan sosial di masyarakat atau di lingkungan ia tinggal. Media sosial adalah alat yang paling mudah untuk mendapatkan pengakuan dari orang banyak dengan melaukan personal branding, inilah perilaku pertama. Tidak dapat dipungkiri, ketika seorang mengunggah foto atau video pribadi di media sosial akan menghasilkan bias citra (self-image). Foto dan video yang diunggah mempengaruhi perspektif orang lain. Maka mereka membuat post dan foto semenarik mungkin untuk berebut like, komentar, dan pengikut sebanyak-banyaknya. Perilaku seperti ini disebut attention seeker.

Kedua hal diatas, mengakibatnkan apa yang disebut social media pressure. Postingan di media sosial harus dibuat semenarik mungkin dan sesempurna mungkin, tak jarang orang akan memoles secara berlebihan foto yang akan diunggah. Ujung-ujungnya akan mengakibatkan stress, yang hanya karena satu komentar negatif dari akun lain.

Memang terkesan memaksakan, apa hubungannya olahraga Judo dan perilaku kaum milenial. Poinnya adalah apa yang ditunjukan oleh Miftah, keteguhannya memegang prinsip menjadikan ia sebagai muslimah yang tangguh. Ia mampu melawan demi menjaga kehormatan diri dengan tidak membuka kerudung. Sudah seharusnya setiap pribadi mempunyai prinsip hidup. Miftah menunjukan prinsip hidup sebagai seorang muslimah. Lantas mau sampai kapan hidup terbawa arus tren di media sosial,  terpontang-panting tak tentu arah, dan membiarkan diri tak punya pijakan?