Perpustakaan dan Budaya Baca Tulis

Oleh: Triningsih, S.IP
(Pustakawan Muda IAIN Surakarta)

#banggaIAINSurakarta
#suksesAPT-A

Perpustakaan sebagai institusi informasi dan ilmu pengetahuan memiliki tugas dan peluang besar untuk berperan serta aktif dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan koleksi bahan pustaka yang dikelola dan fasilitas  yang tersedia, perpustakaan dapat mendorong masyarakat untuk meningkatkan akses informasi dalam rangka peningkatan kecerdasan religi, intelektual, kognisi, afeksi, dan kinetik mereka.

Membaca sebenarnya merupakan bentuk kebudayaan. Oleh karena itu untuk mengubah masyarakat yang enggan membaca menjadi masyarakat baca/reading society diperlukan adanya perubahan budaya (Tilaar, 1999: 389).

Membaca – Menulis

Menurut Tarigan (2008), membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Dalam hal ini, membaca adalah suatu usaha untuk menelusiri makna yang ada dalam tulisan.

Membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process). Istilah penyandian kembali (recording) digunakan untuk menggantikan istilah membaca (reading) karena mula-mula lambing tertulis diubah menjadi bunyi, baru kemudian sandi itu dibaca, sedangkan pembacaan sandi (decoding process) merupakan suatu penafsiran atau interpretasi terhadap ujaran dalam bentuk tulisan.

Menurut Suparno dan Yunus (2008:1.3) menulis merupakan suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Selanjutnya, Tarigan (2005;21) mengemukakan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambing-lambang grafis yang menghasilkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut dan dapat memahami bahasa dan grafis itu.

Manusia adalah homosymbolicum, maskhluk yang menciptakan symbol dan hidup dalam dunia symbol. Manusia dalam menuangkan symbol, ide, dan gagasan yang muncul dari pikiran, salah satunya melalui tulisan. Keduanya merupakan hal yang sama dan saling terkait. Karena itu, menulis adalah konkretisasi dari berpikir (Kellogg, 1994:14). Melalui pikiran yang dikonkretkan itu kita bisa memahami tulisan seseorang bagaimana cara berpikirnya.

Membaca dan menulis merupakan dua elemen yang saling mendukung dan tak dapat dipisahkan. Menulis tanpa membaca ibarat orang buta berjalan. Artinya dalam proses penulisan memerlukan bahan berupa ide, pemikiran, pengalaman, penemuan, teori, dan hasil penelitian yang diperoleh melalui baca. Menulis tanpa diawali membaca (dalam arti luas) kiranya akan kehabisan materi penulisan dan akan mengalami kebingungan bahkan kemandekan. Sebaliknya membaca tanpa penulis ibarat orang pincang berjalan. Artinya teori, ide, pemikiran, pengalaman, maupun wawasan yang dimiliki itu tak ada artinya apabila tidak disampaikan dan tidak dikembangkan lebih lanjut. Dengan demikian apa yang ada di benak seseorang tak akan banyak memberikan makna dalam kehidupan ini.

Membaca belum dirasakan sebagai suatu kebutuhan sehari-hari. Budaya mendengarkan, berbicara, dan bertanya masih kental dalam masyarakat kita. Kurangnya kesadaran pemanfaatan perpustakaan oleh masyarakat umum masih bisa dipahami. Tetapi kalau tenaga pendidikan (guru, dosen, kiyai) tidak memanfaatklan perpustakaan, ini  berarti suatu keprihatinan tersendiri.

Peran Perpustakaan

Perpustakaan sebagai institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka (UU No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan Bab I Pasal 1). Perpustakaan seharusnya tidak saja memberikan layanan konvensional dan tertutup. Di era ini seharusnya tiap perpustakaan memberikan layanan berbasis teknologi informasi dan terbuka kepada semua orang yang memerlukan fasiltas dan jasa layanan perpustakaan.

Sesuai tuntutan masyarakat pemustaka, kini telah banyak perpustakaan yang memanfaatkan teknologi informasi dalam memberikan layanan. Dalam hal ini perpustakaan perlu menjalin jaringan dengan perpustakaan, pusat informasi, dan lembaga terkait di seluruh dunia. Dengan demikian masyarakat pemustaka dapat memanfaatkan jaringan tersebut dalam akses informasi untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Semoga dengan adanya keberadaan perpustakaan bisa meningkatkan budaya baca tulis masyarakat. Masyarakat bisa membaca semua koleksi yang berada di dalamnya. Kemudian mencernanya. Hasil dari cernaan ilmu tersebut adalah dituangkan melalui tulisan. Dengan begitu maka perpustakaan ikut berperan dalam budaya baca tulis masyarakat ini. Artinya, perpustakaan sudah melaksanakan perannya yaitu berdaya atau bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.

Artikel ini telah dimuat di Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, Edisi Jumat 18 Mei 2018