Menyikapi Secara Bijak Makna Jihad Melalui Bedah Buku

SINAR- Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) IAIN Surakarta pada Kamis (25/10) menghelat acara bedah buku Fenomena Gerakan Jihad bertajuk “Meningkatkan Wawasan dan Sinergitas Kebangsaan antar Elemen Bangsa Menuju Indonesia yang Bermartabat dan Berdaulat.” Acara yang diselengarakan di Gedung Pascasarjana Lt. 4 IAIN Surakarta ini menghadirkan langsung penulis buku Fenomena Gerakan Jihad, yakni Dr. H. Amir Mahmud, M. Ag. Selain penulis dari buku tersebut, panitia juga menghadirkan dua narasumber lain, yaitu Dr. Yoto Widodo, M. Si. dosen Universitas Veteran Bangun Nusantara, Sukoharjo; dan Joko Suroso seorang mantan narapidana terorisme. Selain mahasiswa, hadir pula perwakilan dari Mabes Polri, Kementerian Pertahanan RI, Polres Sukoharjo dan Polsek Kartasura.

Nur Rohman, M. Hum selaku Pembina DEMA IAIN Surakarta dalam sambutannya mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan sebagai upaya pencegahan berkembangnya paham radikalisme di lingkungan kampus. Ia kemudian mengutip sebuah hadits yag diriwayatkan oleh Tirmidzi, bahwa Rasulullah SAW bersabda: barangsiapa  keluar (pergi) untuk mencari ilmu, maka ia berada di jalan Allah. “Jadi, jika para mahasiswa bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, maka sebenarnya ia juga sedang berjihad,” imbuhnya.

Dr. H. Amir Mahmud, M. Ag sebagai penulis buku Fenomena Gerakan Jihad menerangkan bahwa tujuannya menulis buku itu adalah untuk menyikapi makna jihad secara bijak, supaya para generasi muda tidak mudah terjebak ke dalam radikalisme, apalagi terorisme. Ia kemudian membahas secara detail perihal Fundamentalisme, Radikalisme, Terorisme yang sekarang menjadi salah satu permasalahan bangsa Indonesia.

Sebagai pembahas, Dr. Yoto Widodo, M. Si. mengapresiasi ditulisnya buku ini. Menurutnya buku ini bisa menjadi referensi bagi para mahasiswa untuk menyikapi makna jihad secara bijak. “Buku ini bagus dalam menjelaskan teori-teori jihad dan fenomena jihad yang terjadi di Indonesia maupun internasiona,” tegasnya.

Sementara itu, Joko Suroso, sebagai mantan pelaku terorisme, menjelaskan bagaimana ia bisa terseret dalam kasus mantan terpidana kasus Bom Bali II pada 1 Oktober 2005. Secara khusus ia berpesan kepada para mahasiswa supaya tidak mudah terkena paham radikalisme dan terorisme. “Jangan pernah belajar kepada seorang guru/ustadz/kyai saja. Belajarlah pada banyak guru/ustadz/kyai. Dengan begitu, wawasan kita akan menjadi luas dalam menyikapi sesuatu, terutama pekara makna jihad” tegasnya. (AR-Zat/Humas dan Publikasi) #banggaIAINSurakarta #suksesAPT-A