Mengenal Budaya Melalui Buku “Urip Iku Urub”

SINAR- Jumat (15/2) Jurusan Sejarah Peradaban Islam  (SPI) Fakultas Adab dan Bahasa IAIN Surakarta, menggelar acara Bincang Buku Sejarah  pada Jum’at (15/02) dengan mengusung tema “Urip iku Urub Untaian Persembahan 70 Tahun Peter Carey”. Acara yang bertempat di gedung Graha IAIN Surakarta ini diikuti lebih dari 350 partisipan, yang terdiri dari mahasiswa program studi Sejarah Peradaban Islam dan masyarakat umum. Acara diskusi ini menghadirkan tiga pembicara yaitu sejarahwan Prof. Peter Carey, Prof. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd guru besar Sejarah UNS dan Martina Safitry, MA selaku dosen Sejarah Peradaban Islam IAIN Surakarta.

Muhammad Munadi selaku Wakil Rektor  II Bagian Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan IAIN Surakarta, dalam sambutannya sekaligus membuka acara, menyampaikan bahwa mahasiswa SPI harus kembali menghidupkan khasanah sejarah lokal serta memetakan sejarah khususnya di wilayah Solo Raya ini. Kota Solo merupakan gudangnya sejarah dan masih banyak yang belum terungkap. Tidak berhenti disitu, Solo juga menjadi kota penggerak bahkan sejak Belanda masih di Indonesia. Salah satu bukti konkritnya adalah pendirian Sarekat Dagang Islam  oleh H. Samanhudi seorang pengusaha batik di Laweyan.

Sementara itu  Prof  Peter Carey, selaku sejarahwan yang selama 30 tahun hidupnya mendalami Pangeran Diponegoro, mengatakan bahwa penting bagi kaum muda untuk mengerti dan memahami budaya sendiri. “Kita harus betul-betul tau mengenai asal-usul diri kita. Ingat tanpa sejarah tidak mungkin Indonesia merdeka,” jelasnya. Sutan Sjahrir ketika terbang ke New York dari Jakarta ke PBB guna membahas permasalahan Indonesia, ia mengatakan garis sejarah Indonesia yang dulunya memiliki banyak kerajaan besar seperti Majapahit dan Sriwijaya. Dengan menguraikan sejarah panjang bangsanya, akhirnya Sutan Sjahrir mampu menyakinkan PBB bahwa Indonesia mampu berdiri menjadi sebuah negara merdeka.

Lanjut dengan pembicara Prof Hermanu Joebagio Guru Besar dari UNS, memaparkan bahwa Peter Carey dalam mengkaji Pangeran Diponegoro dalam berbagai lini, baik sosial, politik, budaya serta ekonomi. Eksplorasi hal tersebut berguna bagi pendidikan sejarah di SMA maupun di perguruan tinggi karena menampilkan kultuurvolk suatu esensi habituasi atau pembiasaan pada “adab” dan “nalar” pelaku sejarah. Ekspolarasi itu dilihat dari bagaimana Diponegoro diasuh hingga tumbuh visi politik dan ekonominya.

Sementara itu Martina Safitry selaku dosen SPI IAIN Surakarta, meyampaikan terkait kontribusinya dalam buku “Urip Iku Urub”, mengenai dukun dan meredupnya pesona pengobatan Jawa pada abad 19-20. Ia mengawali dengan dulunya aspek sosial, medis, spiritual, pada dukun berjalan harmonis. Pada abad ke 19 terdapat adanya dualisme sistem pengobatan di Jawa yaitu pengobatan lokal dan pengobatan Barat yang saling berdampingan. Memasuki abad k-20 eksistensi juru pengobatan lokal mulai tenggelam dalam historiografi sejarah kesehatan di Indonesia. Keberadaan lembaga kesehatan dan dominasi kekuasaan dalam literasi sepanjang abad ke-20 telah mengerdilkan peran dukun serta metode pengobatan lokal dalam ranah medis. Melalui bincang buku sejarah “Urip Iku Urub” selain menjadi rangkaian acara peringatan 70 tahun usia Prof. Peter Carey, juga sebagai pembelajaran bagi kaum muda untuk melakukan persentuhan dengan budaya sendiri. (AR/Humas Publikasi) #banggaIAINSurakarta #SuksesAPT-A)

Sumber: Annisa Jamilatul Mahmudah