Mengikis Degradasi Moral di Dunia Pendidikan

Oleh: Puspa Setyaningrum (Mahasantri Ma’had al-Jami’ah IAIN Surakarta)

#BanggaIAINSurakarta

Dunia pendidikan di Indonesia saat ini telah diwarnai dengan berbagai kasus yang mencoreng dunia pendidikan. Salah satunya kasus Guru yang diadili dan dianiaya oleh siswanya hanya karena masalah sepele yang sempat viral beberapa waktu yang lalu. Padahal seharusnya masalah tersebut dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak dengan jalan damai tanpa harus dengan kekerasan, terlebih penganiayaan. Dahulu, Guru atau Pengajar merupakan sosok berarti yang sangat dihormati. Akan tetapi, kini sejalan dengan perkembangan zaman, banyak Pengajar yang terlena dengan kemajuan tersebut. Hanya terpaku untuk mengajarkan tentang hal-hal yang bersifat akademik saja, tanpa memperhatikan pendidikan moral dan karakter siswa, imbasnya degradasi moral pun turut menyertai

Mari kita perhatikan dunia pendidikan saat ini, terjadi kondisi dimana pendidikan moral mulai terkikis untuk diajarkan kepada peserta didik. Hal tersebut disebabkan karena ranah kognisi lebih diutamakan dengan penguatan mata pelajaran seperti matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, dan lainnya. Waktu pembelajaran di sekolah habis untuk mengejar nilai akademik. Peserta didik dipaksa belajar akademik mati-matian agar nilainya saat ujian baik dan bisa mengharumkan nama dimana dia bersekolah, seakan-akan lupa ada pelajaran yang tidak kalah penting dari itu semua yaitu pendidikan moral.

Pendidikan moral adalah pendidikan yang bukan hanya mengajarkan tentang akademik semata, namun juga hal-hal yang bersifat non-akademik khususnya tentang sikap dan bagaimana perilaku yang baik. Pendidikan yang akan dibawa sampai akhir hayat, pendidikan yang akan menentukan bagaimana seseorang dipandang masyarakat kelak, pendidikan yang membuat seseorang menjadi manusia yang berguna, sebagaimana yang kita ketahui bahwa kehancuran suatu negara dapat terjadi karena hancurnya moral warga negara-nya. Dari kalimat tersebut dapat diketahui bahwa kehancuran suatu bangsa bukan terjadi karena nilai akademik memburuk namun karena moral yang hancur. Sehingga dapat disimpulkan pendidikan moral memiliki peranan yang sama pentingnya dengan pendidikan akademik.

Dalam sebuah hadist, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda “Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu.” (HR. Ath-Thabrani). Selain itu Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu berkata Pelajarilah Adab, lalu pelajarilah ilmu”  (Imam As Safarayini, Ghidza’ul Baab Syarh Manzhuumah Al Aadab, Hal. 27).  Dari beberapa dalil di atas, dapat disimpulkan bahwa mempelajari ilmu dan mempelajari adab sama pentingnya, seperti perumpamaan bahwa ilmu tanpa adab bagaikan iblis, sedangkan adab tanpa ilmu seperti orang yang tersesat.

Mengingat pentingnya pendidikan moral, untuk itu upaya guna menumbuhkan pendidikan moral perlu dilakukan. Mencetak anak dengan prestasi akademik bagus memang tidak mudah, tetapi mencetak anak yang memiliki moral yang baik itu lebih sulit. Pendidikan moral bukan pendidikan akademis yang memerlukan wacana, maka untuk menumbuhkan moral kepada peserta didik tidak harus dengan menambah pelajaran ataupun membeli buku, tetapi bisa dilakukan dengan cara pembiasaan yang baik seperti membiasakan mematuhi peraturan, membiasakan peserta didik menghormati Guru, membiasakan bersikap jujur, bersikap tegas dengan peserta didik yang melanggar peraturan, dan upaya lainnya.

Dengan diterapkannya pendidikan moral dan pendidikan akademik secara berdampingan, maka peserta didik tidak hanya akan pandai dalam hal akademik tetapi juga memiliki moral yang baik. Dengan begitu sedikit demi sedikit kasus degradasi moral peserta didik akan terkikis dan perlahan hilang dengan sendirinya. Sehingga terbentuklah sistem belajar yang tertib, saling menghormati, dan damai tanpa harus takut dengan adanya kasus degradasi moral di lingkungan sekolah.