Penerapan Nilai Religius Dalam Pancasila Di Kalangan Mahasiswa


Oleh: Dewi Arsita
(Mahasiswa Pprodi MBS 1 E angkatan 2019 IAIN Surakarta/ Santri Asrama 3 Pondok Darrusalam)

Pancasila tidak asing lagi bagi warga negara Indonesia. Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia. Tetapi Pancasila bukanlah sekedar dasar negara, bukanlah sesuatu yang harus dihafalkan di luar kepala melainkan sesuatu yang harus diamalkan oleh semua Warga Negara Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.

Dituturkan oleh Kiki, seorang mahasiswa IAIN Surakarta mengatakan pendapatnya seperti berikut: Dalam sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dari sila ini, menggambarkan bahwa kita harus mengembangkan sikap saling mengormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing, membina kerukunan antar pemeluk umat beragama (Puspitasari, 2015). Sila kedua ”Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”. Dari sila ini, menggambarkan bahwa kita harus memperlakukan manusia secara adil sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa artinya memperlakukan sesama manusia secara adil tanpa  membeda-bedakan suku, ras, agama dan keturunan.

Sila ketiga “Persatuan Indonesia”. Dari sila ini dapat digambarkan bahwa kita sebagai bangsa Indonesia harus bersatu tidak terpecah belah karena adanya perbedaan dan mampu menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan pribadi dan golongan. Sila keempat “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Dari sila ini menggambarkan sebagai Warga Negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan selalu mengambil keputusan dalam musyawarah. Sila kelima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Dari sila ini kita dapat mencerminkan sikap kekeluargaan dan gotong royong serta mengembangkan sikap adil terhadap sesama manusia.

Adapaun menurut Jannatun Nisa, berpendapat bahwa nilai Religius dalam Pancasila lebih menekankan dalam sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dimana dalam sila ini mengajarkan untuk bertaqwa kepada Allah SWT misalnya selalu taat beribadah tepat waktu. Selain itu, Mas Irus berpendapat “Cerminan setiap perbuatan kita sebagai perbuatan yang menunjukkan bahwa kita umat beragama”

Dalam beberapa pendapat mahasiswa di atas dapat kita sebagai mahasiswa sebagai agen of change yang mempunyai peranan penting dalam penegakkan nilai Religius. Namun tidak hanya itu, perbaikan di berbagai nilai harus ditingkatkan seperti melalui kualitas agamanya. Agama merupakan pijakan fondasi dasar dalam kehidupan. Dengan kita memahami unsur dan kandungan dalam beragama dapat memperkuat moralitas, membentuk karakter  dan meningkatkan persepsi mahasiswa untuk menolak adanya radikalisme yang beredar di dalam kampus seperti menerima surat yang berisikan ajakan atau seminar yang tidak jelas arahnya. Sebagai mahasiswa harus berpikir kritis sebelum melakukan tindakan. Tindakan tersebut adalah salah satu hal yang perlu diterapkan dikalangan mahasiswa sehingga membentuk sebuah karakter.

Pancasila sebagai dasar negara atau ideologi negara tidaklah bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Sebagai agama yang rahmatan lil’alamin (rahmat bagi semesta alam), Islam sangat releven dan fleksibel dalam segala bidang kehidupan, terlebih di jenjang perguruan tinggi belum menekankan pemahamna spesifik terhadap nilai religiusnya. Oleh sebab itu, kita sebagai warga negara Indonesia terlebih dikalangan mahasiswa senantiasa melaksanakan, menjaga, dan mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama.

Ali Syahbana dalam tulisannya mengatakan bahwa ketika kita melihat sejarah, Pancasila tidak hanya dirumuskan oleh tokoh nasional saja. Ada tokoh ulama yang ikut serta dalam proses penyusunan dasar negara tersebut, seperti KH. Wahid Hasyim dari kalangan NU maupun ulama lain dari kalangan Muhammadiyah. Kehadiran para tokoh ulama tersebut tentunya mewarnai dan berdampak pada rumusan Pancasila yang Islami, yaitu Pancasila yang menampakkan ke-rahmatan lil’alamin ajaran Islam, bukan Pancasila yang jauh dari dan sepi dari nilai-nilai keislaman (Syahbana, 2012).

Nilai-nilai keislaman atau nilai religius sangat memperlihatkan sila pertama”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam sila pertama mengandung arti bahwa meskipun negara bukan negara agama, tetapi agama merupakan nilai luhur yang dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan negara. Sila pertama ini ditetapkan sebagai alternatif dari pembentukan Islam. Sila pertama ini menjamin hak-hak pemeluk agama lain, sejauh agama itu diakui negara (Vickers, 2011).

Keselarasan sila pertama Pancasila dengan syariat Islam terlihat dalam Al-quran yang mengajarkan kepada umatnya untuk selalu mengesakan Tuhan, seperti dalam Surat al-Baqarah, ayat 163 yang memiliki arti:”Dan Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Murah, lagi Maha Penyayang”(Syahbana, 2012). Konsep ini menunjukkan bahwa dasar kehidupan bernegara rakyat Indonesia adalah ketuhanan. Didalam Islam, konsep ini biasa disebut hablum min Allah yang merupakan esensi dari tauhid berupa hubungan dengan Allah SWT (Muttaqien, 2011).