Membumikan Perpustakaan

Perpustakaan merupakan jantung lembaga pendidikan. Berawal dari perpustakaan kita akan di bukakan jendela dunia lewat buku-buku. Akan tetapi, kondisi perpustakaan saat ini sudah berbeda. Minat baca masyarakat yang semakin berkurang, lebih menyukai berselancar di dunia maya. Ini menjadi kegalauan bagi sebagian pelaku dalam dunia pendidikan. Perpustakaan daerah yang masih kurang dukungan dari pemerintah daerah setempat. Mulai dari lokasi yang kurang strategis dan jumlah koleksi buku yang tidak pernah bertambah dan tidak menyesuaikan dengan perkembangan dunia perbukuan.

Supaya perpustakaan mendapat hati di masyarakat dan bisa bertahan sehingga terus memiliki nilai kegunaan bagi masyarakat di sekitarnya, harus ada penanaman nilai-nilai fungsionalitas perpustakaan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengembalikan peran perpustakaan sebagai pusat belajar masyarakat seumur hidup (long life education).

Melalui kerja sama oleh pihak perpusda dengan pemkab dapat melakukan dengan cara menghimpun bahan-bahan bacaan yang bersifat untuk mendukung peran perpustakaan sebagai pusat dari pendidikan seumur hidup (life-long education atau life-long learning) bagi masyarakat. Misalnya dengan menghimpun bahan-bahan bacaan bersifat bimbingan ke arah penerapan teknologi tepat guna. Dengan demikian masyarakat dapat mengembangkan kemampuan (skill) serta pengetahuannya yang dapat dijadikan nilai tambah (added value) terhadap kualitas hidupnya.

Perpustakaan juga dapat berperan sebagai penghubung (liason) antara pakar teknologi tepat guna dengan masyarakat pengguna yang membutuhkan bimbingan teknis. Bentuk bimbingan tersebut bisa dalam bentuk kelompok belajar bersama atau adanya ruang konsultasi bagi pengguna yang membutuhkan informasi sehingga komunikasi dapat terjalin antara pakar, pustakawan dan masyarakat.

Apabila hal tersebut bisa ditanamkan dengan baik, kita akan menuai hasil yaitu kesadaran membaca dan kesadaran untuk terus belajar. Bukan hanya membaca buku atau pun koleksi pustaka saja, tapi juga membaca dalam arti luas yaitu membaca perubahan zaman, membaca perkembangan masyarakat dan lain-lain. Kesadaran belajar terus menerus akan menimbulkan pemahaman dan pengalaman baru. Dengan belajar memahami sesuatu, orang akan memiliki pengetahuan cukup untuk menjadi manusia seutuhnya.

Hadirnya gerakan literasi lokal cukup membantu memulihkan kesadaran masyarakat akan kebutuhan perpustakaan. Tidak perlu ada lagi jarak antara perpustakaan dengan masyarakat sehingga tidak diperlukan lagi ’jembatan’ untuk menghubungkannya.

Sebagaimana diketahui, pada dasarnya pendidikan adalah hak dan kewajiban seluruh warga negara. Dengan demikian, pemerintah harus menyediakan berbagai fasilitas pendukung untuk melaksanakan amanat tersebut. Partisipasi pihak swasta pun diperlukan untuk menimbulkan kepercayaan masyarakat. Selain itu juga, partisipasi pihak swasta dalam penyediaan fasilitas perpustakaan umum dan pemberdayaan masyarakat merupakan salah bentuk dari corporate social responsibility.

Keterlibatan media baik media cetak maupun elektronik diperlukan untuk memberikan wacana dan pemahaman terhadap pentingnya fungsi perpustakaan di tengah masyarakat. Media juga turut berperan dalam perkembangan taraf berpikir masyarakat. Faktanya, budaya dan minat baca masyarakat berkurang dengan hadirnya berbagai teknologi informasi, yakni munculnya budaya instan.

Untuk meningkatkan minat baca masyarakat tersebut, peran media sangat diharapkan terutama untuk merangsang audiensinya agar memiliki kesadaran dan pemahaman terhadap pentingnya perpustakaan. Apabila elemen perpustakaan usdah bisa menyatu dengan masyarakat sekitarnya, akan terbentuk masyarakat yang cerdas dan siap bersaing menghadapi tantangan global.

Pemberdayaan Pustaka

Kita tahu perpustakaan (perpustakaan umum) masih miskin fasilitas maupun bahan bacaan. Kalaupun ada, koleksinyapun sudah banyak yang kadaluwarsa sehingga kurang memenuhi kebutuhan pemakai. Jumlah perpustakaan juga belum memadai bila dibandingkan dengan penduduk Indonesia.

Data di Perpustakaan Nasional RI menunjukkan, di Indonesia terdapat 2.473 perpustakaan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum. Jumlah itu terdiri 26 Perpustakaan Daerah Tingkat I, 1, 272 perpustakaan umum daerah tingkat II, 179 perpustakaan keliling, 167 perpustakaan umum tingkat kecamatan dan 1.829 perpustakaan umum tingkat desa.

Perpustakaan-perpustakaan tersebut melayani lebih dari 200 juta penduduk indonesia yang tersebar di seluruh indonesia (kira-kira 1 perpustakaan untuk 2 kabupaten/kota atau 1 perpustakaan untuk 22 kecamatan atau 1 perpustakaan untuk setiap 36 desa). Dari angka tersebut dapat kita simpulkan bahwa perpustakaan kita masih sangat sedikit untuk dapat melayani masyarakat. Selain jumlahnya yang belum memadai, sarana dan prasarana dari perpustakaan yang ada masih sangat miskin, khususnya dari aspek koleksinya.

Salah satu cara yang harus dilakukan untuk membuat perpustakaan tidak kesepian adalah dengan melakukan pembinaan fasililtas dan koleksi perpustakaan. Buku-buku yang menjadi koleksi perpustakaan harus diusahakan selalu baru. Penataan ruangan dibuat semenarik mungkin. Kalau perlu meniru penataan ruangan di toko-toko swalayan.

Kebiasaan orang Indonesia adalah membaca dengan suasana santai, karena itu penataan ruang baca juga harus dibuat sesantai mungkin dengan kursi dan meja yang juga memberikan kesan santai. Hindari bentuk meja dan kursi yang berkesan formal seperti persegi panjang dengan penempatan yang berjajar lurus. Petugas perpustakaan juga harus tampil rapih dan bersih dengan senyum yang menandakan siap melayani pengguna.

Perpustakaan umum di Singapora bahkan sering mengadakan pementasan berbagai jenis musik (life music). Barangkali dengan penataan dan acara-acara yang diadakan oleh perpustkaan akan mengundang para remaja untuk “nongkrong” di perpustakaan, tidak lagi di mal-mal atau swalayan. Bila perlu di perpustakaan umum dibuat seksi penyewaan film vidio, laser disc, compact disc audio, Vidio CD dan DVD, serta kaset lagu-lagu dan sebagainya. Tentu koleksi yang disewakan harus lolos sensor. Selain itu perpustakaan harus gencar melakukan promosi perpustakaan. Bahkan kalau perlu setiap periode tertentu, misalnya seminggu sekali, mengadakan pemutaran film gratis.

Dengan penataan dan program demikian saya yakin perpustakaan tidak akan kesepian lagi. Barangkali justru akan dijadikan tempat alternatif untuk rileks dan mencari bahan-bahan untuk hiburan. Bukankah salah satu fungsi perpustakaan adalah sebagai tempat untuk mencari hiburan. Semoga saja!

Sumber: Harian Joglo Semar