Membumikan Pendidikan Akhlak

Agus
Oleh: Agus Yulianto, S. Pd.I

Saat ini para orang tua sedang disibukkan memilih sekolah untuk putra-putrinya. Berapapun mahal biaya tidak dihiraukan asalkan putra putrinya mendapatkan sekolah yang memiliki nilai lebih dibandingkan sekolah pada umumnya. Nilai lebih yang dimaksud dalam hal ini yaitu sekolah yang tidak hanya mengutamakan akademik akan tetapi, lebih menekankan pada pendidikan akhlak. Mengapa demikian? orang tua tentunya sangat khawatir sekali melihat kondisi anak-anak saat ini. Sering kali kita melihat anak-anak yang berperilaku layaknya orang dewasa. Bisa jadi hal ini menjadikan orang tua khawatir. Lalu apa hubunganya dengan sebuah lembaga pendidikan? Menurut penulis lembaga pendidikan sangatlah memiliki peran dalam pembentukan karakter anak. Banyak sekali sekolah yang menawarkan jasa sebagai lembaga pendidikan yang unggul dalam prestasi disetiap iklannya. Namun, sedikit sekali lembaga pendidikan dalam setiap iklannya menawarkan pendidikan akhlak. Menurut Abdul Rahman Islam sangat mementingkan pendidikan akhlak (Muhammad AR, 2003). Salah satu ajaran Islam yang sangat penting adalah Akhlak. Pendidikan Akhlak merupakan segmen yang terpenting bagi manusia pada umumnya. Sebab yang namanya manusia itu merupakan orang yang punya tatakrama, sopan santun, dan beradab dalam setiap aktivitas sehari-hari selama manusia itu masih berjalan di muka bumi. Menurut Ismail Ibrahim (1994) Akhlak meliputi kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.

Ketika seorang manusia tidak lagi mengedepankan akhlakul karimah, maka pada saat itulah manusia memasuki wilayah kehewanan atau kebinatangan, dan sifat inilah yang membedakan antara manusia dengan binatang.  Sesungguhnya hakikat pendidikan menurut kacamata Islam adalah menumbuhkan manusia dan membentuk kepribadiannya agar menjadi manusia yang sempurna, berbudi luhur dan berakhlak mulia. Sehingga menjadi pendorong baginya untuk berbuat kebaikan dalam kehidupannya dan menghalangi mereka dari perbuatan maksiat.

Ketika seorang anak tidak pernah dibekali dengan pendidikan moral sejak kecil. Maka saya mengatakan bahwa anak tersebut lebih ganas dari serigala dan singa yang tidak pernah belajar tentang hak asasi manusia di sekolah mereka hutan belantara. Kalau kita sebagai orang tua menyadari bahwa krisis moral yang melanda pada kurun waktu ini telah mencapai puncaknya. Akibatnya terjadilah pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Pendidikan moral tidak mengenal batas waktu dan tempat. Islam adalah agama moral dan akhlak. Agama Islam adalah agama moral. Oleh karena itu barangsiapa yang menganut dan menjalankan perintah agama Islam dengan sempurna maka orang itu dianggap memiliki akhlak yang bagus. Rasulullah saw pernah bersabda:”Yang paling baik Islamnya seseorang di antara kamu sekalian adalah mereka yang paling baik akhlaknya seandainya mereka mengerti.” Hadits tersebut memberikan gambaran bahwa tidak semua orang Islam itu baik akhlaknya dan kalau kita tidak betul-betul mau melaksanakan segala ajaran Islam secara kaffah, maka kita dianggap orang yang tidak berakhlakul karimah. Orang yang berakhlak mulia itu adalah orang mukmin dan setiap orang mukmin tersebut sudah otomatis berakhlak mulia.  Memang untuk mencapai taraf kemuliaan akhlak bukan suatu hal yang mudah. Hal ini diperlukan kerjasama antara orang tua, guru, masyarakat dan pemerintah.

Era globalisasi yang tengah berlangsung di era saat ini seolah-olah ingin mengesampingkan seluruh tatanan moral. Perkembangan teknologi begitu pesat. Tontonan atau hiburan yang sering kita lihat di televisi kadang tidak memberikan dukungan kepada anak-anak kita. Bahkan bisa dikatakan, merusak moral anak-anak kita. Seringkali kita melihat tayangan sinetron di televisi yang memberikan sajian-sajian yang vulgar. Setiap hari menjadi santapan anak-anak kita. Hal ini seharusnya menjadi bentuk rasa keprihatinan kita sebagai orang tua. Bahwa perkembangan teknologi tidak selamanya membawa dampak yang positif untuk anak-anak.  Puncak kerusakan moral moral yang sedang melanda bangsa ini semakin kompleks. Ini terlihat pada hubungan antara sesama guru seperti teman kencan, anak-anak SD sudah berani melakukan sex bebas (free sex),  hubungan guru dan murid seperti teman tapi mesra, hubungan orang tua  dengan anak yang semakin jauh dari nilai-nilai moral.  Selain itu hubungan antara masyarakat dengan pemerintah seperti domba dan serigala,  ulama dan penguasa selalu berada dalam kecurigaan.  Itulah realitas yang terpampang saat ini. Realitas yang ada saat ini adalah orang tua hanya bertugas melahirkan anak, guru mengajar hanya karena gaji bulanan, pemerintah hanya memikirkan pembangunan infra-struktur dengan sekian persen komisi.  Sementara akhlak anak-anak mereka semakin hari semakin luntur. Dampaknya munculah yang namanya penyakit masyarakat.

Untuk mewujudkan sebuah komunitas bermoral maka sebagai orang tua harus dapat menjadi pihak yang pertama dalam memasukkan pendidikan akhlak di dalam keluarga. Guru dalam batas-batasan tertentu harus menunjukan sikap keikhlasan dalam menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah dalam setiap pembelajaran. Tugas guru di sekolah bukan hanya menjalankan aktivitas pendidikan di sekolah. Akan tetapi, bertanggung jawab pula terhadap perbaikan moral murid di manapun berada. Guru bukan saja seorang pemimpin dan pendidik di dalam kelas, akan tetapi sebagai tempat rujukan siswa-siswanya dalam menyelesaikan masalah pelajar itu sendiri. Oleh karena itu, peran orang tua  di dalam rumah tangga dan para guru di sekolah merupakan suatu keharusan dalam rangka mempedulikan akhlak para anak-anaknya.

Betapa pentingnya peran lembaga pendidikan saat ini terhadap perkembangan moral anak. Tidak hanya sekedar unggul dalam prestasi. Seharusnya lembaga pendidikan lebih mengutamakan keunggulannya dalam pendidikan akhlak. Pandai-pandailah sebagai orang tua dalam memilih lembaga pendidikan untuk masa depan anak-anak kita.

 

Essay ini pernah dimuat di harian umum Joglosemar. Edisi tanggal 30 April 2016