Sumbangan Pemikiran, Muh. Latif Fauzi Presentasi di NISIS-NOSTER Autumn School

SINAR-Muhammad Latif Fauzi berpartisipasi dalam kegiatan Autumn School yang diselenggarakan oleh NISIS (Netherlands Interuniversity School for Islamic Studies) bekerjasama dengan NOSTER (Netherlands School for Advanced Studies in Theology and Religion). Dosen fakultas Syariah yang sedang menempuh studi Doktor di Universitas Leiden, Belanda tersebut mengikuti kegiatan ilmiah ini dengan membawa paper berjudul “Sharia and state-law in Indonesia: Revisiting fatwas on marriage registration.”

Kegiatan berlangsung selama empat hari (24-27/10) di VU University, Amsterdam. Tema “Religion and Modernity: Oppositional Pairing?” menjadi kerangka yang yang dibahas. Tema ini diangkat sebagai respons terhadap diskursus yang berkembang lima dekade terakhir. Karena semakin menguatnya promosi nilai agama dan nilai tradisional lainnya sebagai jawaban terhadap persoalan kemanusiaan kontemporer yang ditimbulkan oleh modernitas.

Seperti layaknya sebuah konferensi, event akademik ini terdiri dari kuliah umum (keynote lecture) dan parallel workshop (presentasi paper). Hadir beberapa profesor ternama, seperti John Voll Georgetown University, USA) dan Jens Kreinath (Wichita State University) untuk memberikan ceramah ilmiahnya. Turut Hadir pula beberapa ilmuwan di bidang studi agama dan modernitas. Pada sesi parallel workshop, Muh. Latif Fauzi mempresentasikan papernya dengan apik dan mantab dihadapan peserta lain.

Topik yang dipresentasikan itu merupakan bagian dari disertasinya. Secara garis besar paper tersebut mengkaji tentang relasi Syariah, hukum negara dan norma lokal, khususnya dalam praktek perkawinan Muslim. Saat presentasi, pria berbadan gempal tersebut menjelaskan tentang perkembangan hukum dan kontestasi politik yang mewarnai proses sentralisasi dan birokratisasi perkawinan Islam sejak masa pra-kolonial sampai era pasca-Soeharto. Ia kemudian menyoal tentang beragamnya respons lembaga keagamaan, melalui fatwa dan pendapat hukum, terhadap intervensi negara dalam administrasi perkawinan. Terlepas perbedaan dasar dan argumen hukum yang dipakai, mayoritas fatwa mendukung norma dan aturan hukum yang diatur oleh negara. Beberapa pendapat hukum mengkiritisi tentang terlalu jauhnya intervensi negara yang dilakukan melalui kriminalisasi terhadap pelaku perkawinan, padahal secara ketentuan Syariah dianggap sah.

Berdasar konteks ini, ia menjelaskan bahwa pengalaman di Indonesia menunjukkan bahwa adanya hubungan yang saling terikat dan mendukung antara Islam, dan modernitas, dalam arti modernisasi hukum. Tetapi, kualitas hubungan itu sangat ditentukan oleh sejauh mana intervensi itu dilakukan. Menurutnya, mengutip Hallaq, sepanjang intervensi hanya menyangkut persoalan administrasi, Islam cukup akomodatif, tetapi tidak demikian jika perubahan dilakukan pada ranah substansi. (Ril-Gie/Humas Publikasi) #BanggaIAINSurakarta