Selembar Kertas Kosong

Della Putri Apriliana
(Mahasiswa Bidikmisi dari Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi Bisnis dan Islam)

#BanggaIAINSurakarta

Perahu kertas ku kan melaju / membawa surat cinta bagimu / kata-kata yang sedikit gila / tapi ini adanya.

Kalimat tersebut adalah lirik dalam Ost. Perahu Kertas sebuah musik kompilasi yang diliris pada tahun 2012. Lagu utamanya di album ini adalah Perahu Kertas dari Maudy Ayunda. Perahu Kertas mengisahkan pasang surut hubungan anak manusia Kugy (Maudy Ayunda) dan Keenan (Adipati Dolken). Kugy seorang gadis tomboy, periang dan percaya bahwa dirinya adalah agen Dewan Neptunus. Kugy mempunyai ritual khusus yang unik, dia selalu menuliskan curahan hatinya ke selembar kertas lalu dibuatnya kapal perahu dan dihanyutkan ke air, Perahu Kertas (2012).

Kita dapat mengkaji bagaimana selembar kertas yang sering digunakan Kugy untuk menulis kisahnya. Kertas yang merupakan media utama untuk menulis, mencetak juga melukis dan banyak kegunaan lain yang dapat dilakukan dengan kertas misalnya, tissue yang digunakan untuk hidangan, pembersih toilet dan yang paling populer adalah surat. Adanya kertas merupakan revolusi baru dalam dunia tulis menulis yang mengembangkan arti besar dalam peradaban dunia.

Para intelektual yang tak pernah bosan untuk menuliskan karyanya di kertas kosong. Bukan hanya para intelektual, penyair, penulis, dokter, pedagang sayur, pelajar, bahkan tukang parkir pun menggunakan kertas sebagai media yang paling penting dan tidak bisa dipisahkan. Namun dewasa ini, akankan selembar kertas kosong dapat mewakilkan sebuah ungkapan? Ataukah hanya formalitas belaka?

Dulu kertas digunakan sebagai alat komunikasi. Banyak orang yang menggunakan kertas untuk menulis surat yang dikirim melalui kantor pos atau melalui orang yang akan berpergian sesuai surat yang dituju. Yang isinya sebuah kerinduan, berita penting bahkan untuk melawan kolonialisme. Salah satu tokoh yang menggunakan kertas untuk melawan kolonialisme adalah Kartini. Diambil dari buku Aku Mau: Feminisme dan Nasionalisme (Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar) 1899-1903. Beliau menulis surat, berkirim kabar dengan sahabat penanya yang tinggal di Belanda, Stella.

Saat itu surat sangat berarti, tanpa adanya surat Kartini tak dapat mengenal bahasa Belanda, tak bisa mengenal orang Eropa, tak bisa bertukar pikiran, bahkan tak bisa membangkitkan rasa nasionalisme. Dengan surat itulah Kartini mencurahkan apa yang terjadi di Jawa saat itu, bagaimana kehidupan disana, adat istiadat, mengekang perempuan tak boleh bebas keluar masuk rumah, perempuan disana hanya bertugas di dapur. Tak ada kesempatan untuk mengenyam sebuah pendidikan, hanya orang priyayilah yang dapat mengenyam pendidikan. Begitu penting surat bagi Kartini, seorang emansipasi wanita yang cita-cita hidupnya mengangkat kehidupan perempuan Jawa dengan kedua adiknya Kardinah dan Roekmini. Namun takdir berkata lain, dia harus membayar kelahiran anak laki-lakinya dengan nyawanya. Untuk Jawa dan orang-orang Jawa kematiannya merupakan sebuah kehilangan yang tak tergantikan. Lantas, mari kita apresiasi atas apa yang sudah beliau lakukan semasa hidupnya dengan memberi inspirasi bagi yang lain, salah satunya dengan memanfaatkan selembar kertas kosong.

Tetapi apakah dewasa ini surat penting? Tidak! Surat telah terlupakan, tak ada lagi kata rindu, tak ada lagi penantian, tak ada lagi perangko, tak ada lagi kecemasan yang begitu berarti. Semua itu telah tergantikan oleh mudahnya teknologi, tidak memerlukan waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan, tapi hanya butuh hitungan detik saja rasa rindu pun menghilang. Dengan singkatnya menulis pesan dan dengan mudahnya mengeluarkan ekspresi yang sedang dirasakan. EMOTIKON, dialah yang telah menggantikan rasa-rasa tersebut. Tak perlu lagi menulis panjang lebar, hanya dengan emotikan rasa yang sedang dirasakan orang yang kita tuju telah mengerti dan rasa itu telah menghilang. Tak perlu lagi membeli perangko, tak perlu lagi pergi ke kantor pos, bahkan tak perlu lagi untuk menunggu berbulan-bulan.
Sungguh berbahaya serangan ini, serangan yang menghancurkan gerak lika liku tangan, serangan yang mengurangi kerumitan kalimat bahkan mengurangi keunikan. Sesungguhnya menulis surat sesuatu hal yang unik, bukan hanya menulis surat sedang ijin sakit, melainkan menulis surat untuk sahabat pena, saudara jauh, kekasih bahkan seorang pejabat. Menulis surat untuk kekasih yang jauh tanpa ada teknologi sekarang, sangatlah besar pengorbanannya.

Awal menulis, mengirim sampai terbaca itu hal yang sangat dinantikan apalagi saat surat tersebut dibalas. Namun itu tak mudah seperti sekarang, banyak tahap yang harus dilalui, dari memikirkan kata sampai menggoreskan tinta ke selembar kertas kosong yang dirangkai menjadi kalimat yang begitu menyejukkan hati, menenangkan jiwa, dan sebagai pelipur rindu. Begitu proses menulis surat sampai surat tersebut dibaca oleh sang kekasih. Penantian yang begitu panjang dan proses yang rumit, itulah keunikan surat. Begitu berharga sebuah surat, suatu seni yang harus diapresiasi seperti Kartini yang selalu menulis surat untuk sahabat penanya Stella.

Akan tetapi dewasa ini, surat sangat langka untuk dijumpai. Banyak orang yang telah melupakannya, jikalau orang masih menggunakan surat untuk menuliskan kerinduannya, itulah arti rindu yang sesungguhnya. Dengan penantian yang panjang juga harapan yang besar. Bukan seperti sekarang ini, dengan mudahnya menuliskan, mengungkapkan dan mengekspresikan rasa melalui emotikon. Jika dahulu telah mengenal emotikon, mungkin saja sekarang tak akan pernah mengenal yang namanya surat, perangko ataupun balasan rindu yang berbulan-bulan.

Mudahnya teknologi sekarang, membuat kata semakin sedikit bahkan akan hilang dimakan emotikon. Jika ini berlangsung terus menerus tak ada lagi rindu yang bermakna, tak ada lagi rasa yang spesial. Boleh saja menggunakan emotikon, tetapi apakah semua akan beralih pada emotikon sehingga untuk menggoreskan kata ke dalam selembar kertas kosong tak akan pernah ada lagi? Justru dengan menggoreskan kata keatasnya, akan lebih bermakna, akan lebih mengenang, bukan menggunakan emotikon yang mudah saja dihapus begitu saja. Emotikonlah yang akan menggeser sebuah kata dan rasa yang ingin disampaikan kepada seseorang yang ingin kita tuju. Akankah kita tak akan pernah mengingat lagi betapa berharganya sebuah surat, surat yang membawa kita lepas dari penjajahan yang begitu berarti bagi seorang emansipasi wanita Jawa, Kartini. Kita tidak dapat lagi mempungkiri jasa Kartini untuk melawan kolonialisme dan juga memperjuangkan emansipasi perempuan dan bangsanya.
Lalu kapan lagi kita akan mengenal kertas kosong kalau bertemu saja melirik pun tidak, kita anggap sebagai seonggok sampah yang tak ada gunanya. Dan kapan lagi kita akan menulis surat untuk sahabat, saudara atau kekasih? Apakah hanya dengan emotikon? Semakin lama kita menunda untuk mencoba menulis, semakin rugi kita dalam menggunakan waktu jika tidak digunakan sebaik mungkin dan dengan sering menulis semakin mengurangi beban menulis dimasa depan. Jadi kapan lagi kita menunda untuk menggoreskan tulisan kita di selembar kertas kosong? Kitalah yang tahu kapan kita harus menulis, membaca dan memanfaatkan waktu yang telah tersedia. Jangan lupakan selembar kertas kosong. Awali mulai dari sekarang untuk menulis. Karena banyak lembaran-lembaran yang perlu kita isi.