Quality Teaching and Learning The 1st Annual International Conference on Islamic Education Islamic Education for the 21st Century

SINAR – Minggu, (18/12), UIN Sunan Kalijaga gelar The 1st Annual International Conference on Islamic Education. Dengan tema Islamic Education for the 21st Century tersebut. Tujuannya, para personel pendidikan Islam mampu meningkatkan kinerja dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam di era global.

Dekan I Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Dr. Ahmad Arifi, M.Ag dalam sambutannya, menyampaikan bahwa poin penting mengenai peluang lulusan mahasiswa pendidikan lulusan S1 dalam mengisi pasar kerja regional. “Sedangkan pada program Magister yang levelnya lebih tinggi, dapat menyiapkan kader-kader yang memiliki konsep dalam mengatasi masalah pendidikan Islam di abad 21”, katanya.

Permasalahan yang menjadi sorotan adalah berkembangnya perilaku intoleransi dalam tatanan global yang bertentangan dengan tujuan Pendidikan Islam. “Tujuan pendidikan Islam itu dalam rangka untuk membentuk pribadi muslim yang memiliki ketakwaan, ilmu, dan sekaligus memiliki pribadi/ personality yang berakhlak mulia yang membawa rahmatan lil ‘alamin”, paparnya.

Mendatangkan Prof. Dr. Jailani Bin Md Yunos sebagai keynote speaker dari University Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM). Dengan bahasa campuran Malaysia dan Inggris, Prof. Dr. Jailani menyampaikan materi berjudul “Quality Teaching dan Learning”. Berdasarkan data yang disajikan dalam presentasinya diketahui bahwa angka tenaga kerja yang termasuk kategori tidak ahli (unskilled) di Malaysia sebesar 40 % sedangkan di Indonesia mencapai 70 %. Isu yang harus segera direspon adalah bagaimana pendidikan dapat mengantarkan kita untuk mencapai kualitas kerja yang baik dan mendapat lapangan kerja yang diharapkan.

Ada tiga hal pokok yang menjadi dasar dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) pendidikan: learning &inovation, life &career, information & tekhnologi.

Pertama, dalam learning and innovation manusia diharapkan mampu kreatif dan berinovasi  dalam bidangnya. Learning and inovation dibagi lagi menjadi tiga bahasan: 1). creativity and Inovation. Sebagai tenaga pendidik seperti guru dalam sekolah diharapkan memilki ide-ide kreatif dalam menyampaikan pengajaran. Prof. Jailani mengilustrasikan bahwa suatu komunitas yang dibagi menjadi beberapa kelompok dan diberi masalah dengan tema yang sama dapat menghasilkan ide yang berbeda-beda. Hal itu dikarenakan, ide-ide kreatif yang tercipta didapat dari cara berfikir yang berbeda dari biasanya. Orang-orang yang kreatif adalah orang yang berpikirnya “out of the box” sehingga akan memiliki ide-ide yang tidak terpikirkan oleh orang lain. Dalam teaching and learning, seorang guru yang baik selalu menghadirkan kajian pustaka. Misalkan dalam pengajaran bahasa Arab, guru menyajikan satu riset kemudian peserta didik disuruh menganggapi permasalahan dalam riset tersebut. Bahasa arab yang biasanya diajarkan secara tekstual diubah menjadi berikir kritis berbumbu riset ilmiah. Hal semacam sudah merupakan salah satu inovasi guru dalam bidang pendidikan. 2). creative thinking and problem solving. Salah satu implementasinya adalah dengan cara debat antar mahasiswa. Mahasiswa diberi kesempatan untuk berpikir kritis dan mengasah kemampuan berpendapat dalam menyelesaikan masalah. Dengan berdebat mereka berlatih berpikir di luar kotak untuk mengkritik dan menganalisis permasalahan yang terjadi. 3). comunication and collaboration. Ini merupakan hal penting dimana saat mengajar kita tidak hanya menggunakan satu metode saja tapi harus dikolaborasikan atau mengkombinasikan beberapa metode untuk mencapai tujuan teaching and learning.

Selain learning and innovation, yang kedua adalah life and career. Meliputi flexibility and apability; Initiatif and self direction; social and cross culture and productivity and accountibility dan ketiga adalah information and tekhnologi meliputi information literacy, media literacy, dan juga ICT literacy.  Ini merupakan hal yang harus dikembangkan dalam menghadapi peradaban di abad 21. Dengan penggunaan tekhnologi kegiatan belajar mengajar dapat berjalan lebih efisien dan efektif. Siswa dapat mengguanakan sistem online dalam mengurusi administrasi atau khursus tanpa harus pergi ke sekolah.

Dalam abad 21 ini, seorang guru harus mampu meningkatkan pengembangan skill competence. Seorang guru dituntut untuk bisa membangun kapasitas diri. Artinya, tetap menyiapkan diri sendiri untuk melakukan aksi nyata, mengaplikasikan skill dalam pembelajaran. Timbal baliknya adalah menghasilkan skill peserta didik yang berkualitas tinggi setelah lulus. Hal tersebut nantinya akan berkaitan erat dengan peningkatan mutu SDM di Indonesia pada akhirnya. (Gie/Humas Publikasi) #BanggaIAINSurakarta