“Tuhan Maha Asyik”, Sujiwo Tejo & MN Kamba Membuat Gerr IAIN Surakarta

SINAR- Suasana GERR di Gedung Graha IAIN Surakarta saat dihadirkan Sujiwo Tejo dan MN Kamba, (13/4). Sujiwo Tejo dan MN Kamba memang sengaja dihadirkan oleh Dewan Mahasiswa Kabinet Nusantara dalam acara bertajuk bedah buku berjudul Tuhan Maha Asyik. Buku tersebut memang telahmenjadi buah bibir di masyarakat karena buku tersebut mengemukakan tafsir tentang Tuhan dari berbagai sudut dan konsep ilmu, bukan hanya secara teologis semata, melainkan ada sisi romantis dan kesederhanaan untuk memahami “SIAPA TUHAN SEBENARNYA”.

MN. Kamba dan Sujiwo Tejo menggarap buku berjudul Tuhan Maha Asyik ini karena ada ikatan batin di antara keduanya. Mereka saling kenal cukup lama tetapi tidak banyak bicara dan bertatap muka dalam penulisan buku tersebut. Berawal dari kedatangan Tejo secara serta merta ke kediaman MN Kamba kala itu Tejo ingin berdiskusi tentang Asmaul Husna”, cerita Buya, sapaan akrab Tejo kepada MN Kamba. Entah panggilan batin yang bagaimana itu muncul kok dia mau berdiskusi secara tiba-tiba”, terangnya. Tapi menurut pandangan saya, dari pandangan tradisi tasawuf saya, Sujiwo Tejo adalah orang yang disayang Tuhan”, lanjutnya.

Suasana gerr saat Sujiwo Tejo memulai kata pertamanya dengan alunan musik. Menurutnya ayat ataupun kata tidak cukup untuk menafsirkan tentang Tuhan.

-Nunggang roso ngener ing panggayuh
lunging gadung mrambat krambil gading
gegondel witing roso pangroso
nyancang jadi wasanane

Mbrebes mili banyu saking langit
tibeng kedung lumembak ing pangkon
anut nyemplung lelakon ngaurip
cumemplong roso atiku

Candrane wong nglangi
ing tlogo Nirmolo

Candrane kumambang
ing sendang Sumolo

Solan salin slagane manungso
empan papan sasolah-bawane
esuk sore rino sawengine
ajur-ajer ‘njing kahanan
tan lyan gegondelan
tarlen mung wit krambil gading-

Itulah penggalan syair yang bolak balik menjadi kata yang terlontar dari mulut Tejo saat diskusi dihadapan ribuan mahasiswa IAIN Surakarta. Dengan berbagai arransmen lagu bagaimanapun rasa ini yang bisa memahami tentang Tuhan yang memberi rasa.

Dunia ini musik, detak jantung, angin berhembus, dan sebagainya adalah musik. Karena musik adalah ritme, nada yang berulang-ulang dengan rasa. Lalu dia membaca berbagai ayat Al Qur’an seperti An-nas, Ar-Rahman yang menurutnya memiliki ritme dan nada yang ia sebut dengan musik.

Setiap Tejo berkata ada musik, melangkah ada musik, itulah membuat gerrr suasana di gedung graha. “Aku ingin menikmati Tuhan dengan cara yang asyik”, katanya. Ada pesan dari ritme ayat Tuhan bukan hanya dipahami dari bahasanya saja.

Buya menambahkan jika terbitnya buku ini juga karena menurut pandangannya agama telah menjadi ironi. “yang seharusnya menjadi pembimbing ke arah kedamaian malah menajdi penyebab peperangan, karena otoritas keagamaan telah ditarik ke sisi politik dan kekuasaan antar manusia. Harusnya agama difahami dengan konsep yang sederhana, spontanitas, simplisitas dan keromantisan seperti kesederhanaan anak kecil yang digambarkan dalam buku tersebut.

Sedangkan Rektor IAIN Surakarta, Dr. H. Mudofir, M.Pd menyampaikan bahwa jangan terlalu gegabah memahami konsep ketuhanan. “Jangan pernah menafsirkan dan mengaggap dirinya yang paling benar, karena bisa jadi dirinya telah jatuh dalam jurang syirik yaitu menempatkan dirinya pada tempat Yang Maha Benar”, katanya saat awal sambutan. Dalam acara tersebut juga diselingi dengan aksi teatrikal dari Teater Sirat IAIN Surakarta dan diresmikan pula komunitas diskusi mahasiswa oleh Rektor. (Gie/Humas Publikasi) #BanggaIAINSurakarta